Minggu, 30 September 2012

30 September

Teruntuk 30 September yang menyisakan warna-warni berbeda pada memori setiap orang. Ada duka akan pembantaian ormas, ada kesedihan karena kehilangan keceriaan, dan mungkin pula kegelisahan karena kehilangan sebuah momen yang berharga. Pantaslah jika banyak orang yang memilih tidur dan meminta dibangunkan di akhir september.
Wake me up, when September ends..
Entah karena terlalu indahnya hingga menyamai mimpi, ataukah terlalu melodramatis hingga enggan untuk menyaksikan. Drama tragedi memang indah untuk saksikan. Tapi menjadi tokoh di dalamnya? Siapa yangtahu, siapa yang mau?
Semua orang memiliki pencitraan masing-masing pada 30 September, pun aku.
30 September adalah hari yang menyimpan kenangan indah. Terlau indahnya hingga kini, jika teringat maka hanya akan menyisakan duka lara. Terlalu indahnya, hingga hanya menyisakan kebencian karena ketidakmampuanku meyimpan dan mengulang masa. Karena kenangan hanyalah sebatas kenangan.
Mengapa Engkau harus berakhir dengan angka 30, wahai september? Tidakkah kau ingin menemani Februari yang selama ini sendiri menjadi anomali?

Minggu, 23 September 2012

Kau dan Rembulan


Pernahkah kamu merasa, tiba-tiba tertarik masuk ke dalam sebuh kisah dan seolah dipaksa menjadi tokoh utama?  Kamu senang bukan main, seolah mendapat sebuah kepercayaan yang mulia tiada tara. Namun semakin kamu menjalaninya, semakin kamu tersadar: kamu bukanlah tokoh utama dalam kisah itu.

Aku hanyalah pameo. Kau? entah apa. 

Jumat, 21 September 2012

Mawar

Pernahkah kamu memperhatikan irama kehidupan di sekitarmu? pernahkah kau menghitung berapa frekuensi gabungan dari tarian hujan? Pernahkah kamu menghitung amplitudo gerakan dedaunan? pernahkah kamu memperhatikan kapan bunga-bunga di taman akan mekar? berapa kali? Akan jadi seperti apa?

Kali ini pandanganku terpaku pada sebuah mawar merah yang tumbuh di halaman rumahku. Ia menguncup dan perlahan mulai mekar. Padahal beberapa saat lalu, kulihat daun dan batangnya kering kerontang entah terkena apa.

"Hei, bukanlah ini belum saatnya bagimu untuk mekar?" tanyaku.

Kamis, 20 September 2012

Tempat Baru

Tahun ini, untuk yang kedua kalinya lagi-lagi aku harus berpindah, menyesuaikan diri di tempat yang asing. Bukan apa-apa, bukan berarti juga aku tidak menikmati berada di tempat yang lama itu.

Hidup memang selalu seperti itu, ada perubahan yang mau tak mau, kita dipaksa untuk mengikuti perubahan itu jika tak mau tergilas. Beberapa orang merasa lebih nyaman dan tenang ketika berada pada zona mereka, bahkan beberapa dari mereka menolak perubahan hingga terkesan seolah-olah terjebak masa lalu. Bukan hanya beberapa, namun banyak.

Aku termasuk salah satunya. Memang, tantangan terlihat menggoda dan sangat menyenangkan. Namun ada kalanya ketika aku memasuki fase dimana aku ingin menetap, berdiam, dan dapat duduk dengan nyaman.

tempat baru ini, kuperoleh dengan perjuangan. Lebih nyaman, tentu saja. Namun ada pengorbanan yang harus dibayar.

Tetesan Bintang : Sebuah Salam


Selamat malam bintang.

Apa kabar? Tampaknya kau semakin bersinar terang, bergumul bersama bintang lain, membentuk gugusan indah di samping Andromeda. Lama tak bersua, pun aku bercerita padamu.

Malam ini aku hanya menyampaikan sebuah salam, dari kekasihmu, Tetes.

Bintang, kau tahu? Tampaknya kekasih lamamu telah berada pada fase dimana ia perlahan-lahan dapat melepas ketiadaanmu di sisinya. Kini ia sedang mengudara, tinggi, hingga ke angkasa sana, mencapai awan. Di sana ia bersemayam dan bersiap dalam ritual pengorbanan dirinya untuk kehijauan planetnya.

Iya, melayang, seperti yang selalu diimpikannya selama ini. Namun setinggi apapun ia melayang, tak akan sanggup melampaui ataupun menggapai dirimu, Bintang. Sekuat apapun ia mentransformasikan partikel dirinya menjadi gumpalan H2O, tubuhnya tidak akan sanggup menerpa panas atmosfer ketiadaan yang menjadi pembatas kalian.

Ia mulai mengikhlaskanmu, Bintang. Seperti