Rabu, 31 Oktober 2012

Berlalu Begitu Saja

Karena ketika ia memutuskan untuk pergi,
maka tak ada kekuatan apapun yang mampu menahannya.

Ketika ia memutuskan untuk berlalu,
tidak ada satupun keindahan yang mampu menariknya kembali.

Ketika ia memutuskan untuk melebur,
tidak ada satupun struktur baja yang mampu memperlambat sublimasinya.

Ketika ia telah menghilang,
tidak ada satupun sihir yang sanggup memunculkannya kembali dari ketiadaan.

Waktu.


Entah mengapa akhir-akhir ini ujian itu terasa lebih sukar untuk dilalui. Seolah jalanan yang tadinya tampak lurus, mulus, dan lapang, tiba-tiba saja menjadi terjal dan penuh liku. Ada saja kealpaan yang tanpa sengaja kulakukan, kesalahan remeh namun akibatnya naas: suatu indikator keberhasilan yang jatuh bebas.

Rabu, 17 Oktober 2012

Terbentur dan Pet!

Sekarang tiba-tiba saya kalut. Entah apakah ini karena faktor internal  yakni siklus hormon dalam tubuh, ataukah faktor eksternal yang jumlahnya berjibun. Rasanya seperti...Pet! Tiba-tiba seluruh ide dalam kepala saya hilang seolah dimatikan dengan paksa. Jangan tanya sebabnya, saya pun masih dalam masa menduga-duga, apakah faktor internal atau eksternal.

*Sepertinya blog ini memanghanya berisi kekalutan semata. Baiklah, setidaknya masih dalam batasan berfaedah.*

Saya akui, akhir-akhir ini saya jarang membaca buku. Ada kesenangan baru soalnya,

Senin, 08 Oktober 2012

Kau dan Pintu Rumahmu


Waktu itu,
tanpa sengaja aku melintasi halaman rumahmu. Tak pernah kusangka sebelumnya, rumahmu secantik itu. Ada warna-warna yang membuatku seketika tersenyum begitu retinaku menangkap metafora itu. Ada ornamen-ornamen yang membuatku seketika terpaku begitu kuperhatikan detilnya. Dan ada kehangatan yang memancar, yang membuat pipiku merona begitu melintas. Rumahmu, sungguh, aku ingin memasukinya.

Tapi, waktu itu,
kau berdiri di sana, diantara aku dan rumahmu. Malu-malu mengintip dari balik pintu. Kau tahu aku berdiri di depanmu, antara gamang dan terpesona, menyimpan keingintahuan yang membuncah, akan dirimu, rumahmu. Namun kau tetap berdiri di sana, diam, enggan membukakan pintumu untukku. Dan sampai kapanpun tampaknya, pancaran niatku pun belum mampu meluluhkan hatimu untuk membukakan pintu itu. seketika aku tahu. Dulu, pernah ada seseorang yang pernah menjarah rumahmu dan memporak porandakannya hingga menyisakan retakan yang menganga. Hingga kini kelam masih menguasai hatimu, melahirkan perasaan posesif berlebih. Itukah, itukah alasan mengapa engkau enggan membukakan pintu rumahmu?

Lalu,