Senin, 28 April 2014

Tak Kunjung Besar



Saya mempelajari sesuatu dengan cepat, lebih cepat dari pemula pada umumnya. Bukan sombong. Jika sama-sama memulai dari nol, maka kemampuan saya akan meluncur dengan cepat layaknya roket. Oke, sebenarnya tidak secepat roket juga sih. *Kita ralat dengan sepeda*

Mungkin, itulah mengapa saya pernah terpilih menjadi utusan provinsi dalam olimpiade sains nasional bidang fisika saat SMP padahal saya lulusan SDIT yang lebih banyak memahami pelajaran agama dan menghafal ayat Al Quran. Saya sama sekali tak yakin dapat menguasai pelajaran umum jika masuk SMP negeri. Tapi faktanya, saya berhasil masuk ke SMP unggulan di kabupaten dengan peringkat 13 pada ujian masuk dan selalu meraih peringkat lima paralel.

Mungkin, itulah mengapa saya beberapa kali menjuarai berbagai lomba menulis blog saat SMA, padahal saya belum lama menekuni dunia blogging, dan kompetisi menulis.

Mungkin, itulah mengapa saya kerap dipilih sebagai perwakilan sekolah dalam berbagai perkemahan saat SMP dan SMA, padahal saat SD, satu-satunya perkemahan yang pernah saya ikuti adalah jambore anak muslim yang isinya lomba-lomba islami.

Mungkin, itulah mengapa saya bisa meluncur naik roler blade dengan cukup lancar padahal itu pertama kalinya saya mencoba. Mungkin itu juga mengapa saya bisa langsung meluncur dengan riangnya di arena ice skating, melebihi anak lain yang sudah beberapa kali mencoba, dan tentunya melebihi anak yang lain yang masih berpegangan pada pagar arena. Mungkin jika melakukannya sedari dulu, saya bisa jadi pemain roller blade atau ice skating kelas kakap.

Mungkin, itu juga mengapa saya dipilih untuk mewakili kelas dalam perlombaan bulu tangkis, lari estafet, dan meraih posisi dua sejurusan. Padahal, kali terakhir bermain bulu tangkis adalah saat saya masih SD, saat ayah saya belummalas untuk berolahraga bersama anak-anak. Eh, ini mungkin karena partner saya di pertandingan hebat-hebat.

Mungkin, itu juga mengapa saya sudah pandai mengoperasikan mesin jahit manual sejak masih duduk di bangku awal sekolah dasar. Saya membuat kantung tas kecil persis seperti milik teman saya, hanya karena saya jatuh hati melihat tas itu. Saya juga menjahit sendiri baju-baju boneka saya. Membuat semua karya itu, saya tidak sesial adik saya yang menjahit jarinya sendiri ketika sibuk berakting menjadi penjahit.

Mungkin, itu juga mengapa saya selalu menduduki tiga besar di kelas semasa SMA. Padahal ketika masuh, NEM saya saat itu berada di jajaran bawah dan saya masuk kelas X4, atau kelas dengan nem ke 3 dari bawah (x6).

Mungkin, itulah mengapa saya bisa mendapat IP di atas 3,75, menempati peringkat belasan pada saat kelulusan di STAN. Padahal, saya murni anak IPA yang membenci pelajaran hafalan.

Tidak, saya tidak berniat menyombongkan diri. Baca dulu, bagian tragisnya belum saya ceritakan. Saya cuma mau bilang kalau saya cepat bosan. Itu saja.

Ya, semasa SMP saya memang selalu masuk lima besar paralel. Tetapi pada saat ujian akhir nasional, entah berapa peringkat saya. Mungkin di atas lima puluh. NEM saya hanya 28,00.

Ya, saya pernah mengikuti OSN Fisika tingkat nasional semasa SMP. Tetapi prestasi itu tak pernah kembali terulang semasa SMA. Paling pol hanya tingkat kabupaten dan itu terus menurun, drastis. Saya bosan. Saya justru beralih ke lomba-lomba menulis blog.

Ya, saya dulu aktivis pramuka. Saya sering berkembah. Tetapi semenjak kuliah, saya tak pernah mengikutinya, sekali pun. Saya justru beralih ke klub jurnalistik.

Ya, saya memiliki secuil prestasi dalam bidang olahraga. Tetapi prestasi itu tak juga berkembang. Sama seperti kemampuan saya yang tak kunjung berkembang terhalang kebosanan.

Saya memang bisa membuat jahitan sederhana sejak duduk di bangku SD. Tetapi kebosanan membuat kemampuan itu bertahan pada tempatnya. Sampai sekarang saya belum bisa membuat kebaya atau gaun pesta.

Ya, saya sellau menduduki tiga besar di kelas semasa SMA. Tetapi itu saja. Nilai UNAS saya, entah berapa peringkatnya, mungkin di atas seratusan. Tidak membanggakan seperti nilai rapor saya.

Ya, saya mendapat IPK 3,75 di STAN. Tetapi itu tak seberapa. Pada semester awal, IP saya 3,9 dan saya menempati posisi lima besar di jurusan saya. bayangkan sejauh apa penurunan yang saya alami?

Saya bukan mau sombong, saya cuma ingin cerita kalau saya ini mudah bosan. Itulah mengapa saya tak kunjung jadi orang hebat. Itulah mengapa say amasih jadi orang biasa-biasa saja, sampai sekarang.