Di tanggal yang sama. Di tahun yang berbeda, tahun lalu.
Mungkin itu kali terakhir kita bertemu sebagai dua sejoli dengan warna yang pernah serupa, sebagai dua sejoli dengan rasa yang pernah sama.
Mungkin itu kali terakhir kita bisa saling mengeluh. Aku mengeluhkan takdir yang hanya ingin mencandaiku. Kamu mengeluhkan takdir yang selalu mengerjaimu. Membuangmu jauh ke ujung dunia.
Mungkin itu kali terakhir kita bisa saling melepas kesah. Aku padamu. Kamu padaku. Kita. Berdua.
Mungkin itu adalah kali terakhir kita tertawa bersama. Menertawakan perjuangan yang acap dianggap sebelah mata. Menertawakan jarak yang selalu memuai. Atau menertawakan roda takdir yang selalu memilih berada di pihak oposisi.
Mungkin itu kali terakhir kita bersua sebagai dua sejoli yang pernah saling terikat.
Tapi aku dan kamu berbeda. Kamu datang untuk membersihkan sisa temali yang masih menempel pada relung hatiku. Agar kelak saat kamu pergi, serpihan itu tak menggangguku.
Sedang aku? Aku justru berusaha mencari serpihan temali yang telah lebur bersama angin dan merangkainya kembali.
Mungkin itu kali terakhir kita bisa bertukar kabar. Dan membicarakan rasa yang tak lagi ada.
Masihkah kamu cinta padaku?
Mungkin, tidak, katamu.