Lagi.
Beribu tanda tanya tiba-tiba berlari
datang menghampiri,
datang menghampiri,
menghantui
hingga ke sudut elegi
Me-nga-pa?
Me-nga-pa?
hingga ke sudut elegi
Me-nga-pa?
Mengapa tuhan memilih lembaran ini?
Mengapa harus aku
Yang menemukan titik hitam biru
diantara sejuta goresan penamu?
Yang menemukan titik hitam biru
diantara sejuta goresan penamu?
Mengapa aku harus tahu?
Me-nga-pa?
Sungguh, aku tidak pernah ingin tahu
Destruktif
Hitam pekat berubah membiru
Pahit kopi berubah semanis susu
Dan kasur menjadi tandu
Hanya candu
Yang terus melesat secepat peluru
Bukankah aku tuhan dalam cerita ini
Ini kisahku
Akulah Adam
Aku jugalah Dajjal
Oh ya, mengapa?
Sunguh
aku tidak ingin tahu.
Sekalipun kau
bersujud untuk memberitahukannya padaku.
Aku tak peduli.
Karena aku tahu,
sejak dulu,
pertanda selalu berkawan baik denganku.
Dan mungkin pertanyaan kali ini adalah jawaban atas beribu pertanyaan yang lalu. Pertanyaan yang dulu selalu datang berkunjung, dan berteriak-teriak di depan pintu, lantas enggan pergi hingga aku balas berteriak dan mengusirnya.
Mungkin juga, ini adalah pertanyaan terakhir yang akan menjawab segala tanya yang dulu tak mungkin terjawab. Mungkin ini adalah pertanyan sebagai pemungkas dongeng ini. Cukupah tuhan yang tahu jawabannya.
0 komentar:
Posting Komentar