Minggu, 25 September 2016

Perpisahan

Bukankah perpisahan tak pernah indah, sesempurna apapun direncanakan? Karena perpisahan adalah perpisahan. Selalu ada kesedihan yang merayap, segempita apapun helatan mengudara.

Tapi setidaknya, perpisahan denganmu, aku ingin menjalaninya dengan syahdu. Tanpa perlu terisak tertahan. Atau tercekat pedih menahan anak lambung yang hendak melompat keluar. Sesekali, tak apa dihiasi dengan air mata. Asal kau ada di hadapanku, menghibur.

Setidaknya, perpisahan denganmu, aku berharap akan sedikit lebih indah. Sedikit diwarnai pelangi, kalau aku boleh meminta. Dengan sepucuk es krim yang lezat, atau semangkuk bakso hangat. Kita duduk berdua, sembari mengenang perjumpaan pertama, hari-hari bahagia, juga hari-hari nestapa.

Perpisahan denganmu, kupikir, seharusnya lebih bermelodi. Bukan kesunyian menganga karena kebisuanmu, atau ketakutanku untuk sekadar bertanya. Aku benci keheningan ketika kau tak kuasa menyanyikan kisahmu. Dan aku benci ketidakmampuanku untuk sekadar memetik nada.

Perpisahan denganmu, kurasa, seharusnya tak usah terjadi. Kau tak perlu pergi. Dan aku tak perlu mengucapkan selamat jalan. Aku juga tak perlu mengucapkan selamat tinggal pada kenangan.

Tapi, bukankah aku tak kuasa menolak rencana Tuhan? Pun dirimu. Kau tak pernah merencanakan perhelatan ini. Pun aku tak pernah, sekalipun dalam pikirmu, akan menjadi tamu undanganmu.

Mungkin, keindahan tersembunyi di balik kesedihan. Mungkin, hanya ada benang tipis yang membatasi duka, lara, dan cita.

Yogyakarta, 6 Juli 2016
Untuk kamu

0 komentar:

Posting Komentar