Selasa, 26 Maret 2013

Pertanyaan Terakhir

Ujian KSPK. Take home exam. Ujian pertama dalam hidupku yang bentuknya begini unik.

Ketika berandai-andai tentang masa depan, mungkin ada begitu banyak mimpi yang ingin diraih. Ada berjuta-juta gambaran indah masa depan yang kelak kan dijalani. Bayangan itu, lentur dan elegan, menarikan suka tepat dipelupuk retina. Sungguh. Tiada paksaan apapun yangharus kubebankan pada pikiranku agar dapat menghasilkan imaji liar masa depan.


Pak tua memang benar. Ada hal yang lebih penting dari pengetahuan, yakni imajinasi.
Imajinasi mampu mencipta bahkan sebelum pengetahuan mampu menyibak misteri di baliknya. Imaji mampu membawa manusia menuju tempat-tempat yang belum terjamah pengetahuan. Imaji adalah kendaraan antar masa, ia pintu antar generasi, juga tirai cakrawala.

Beruntung aku memiliki imaji itu. Beruntung.

Namun ketika imaji harus bersanding dengan realita masa, maka hanya kemampatan yang kudapat. Macet. Duh! Aku tak tahu apakah realita yang ada sanggup dersanding dengan imaji liar yang ada dalam pikirku? Kurasa ia tak cukup kokoh menahan desakannya yang membabi-buta. Imaji terlalu kuat, dan realita mengandung terlalu banyak pesimisme. 

Ketika imaji mampu merancang semuanya, lantas realita menghancurkannya begitu saja. "Ah, tak mungkin melakukan semua impian itu di tahun yang sama. Kemampuan finansial yang ada tidak akan mencukupi untuk melakukan semua itu. Belum lagi waktu. Apakah menurutmu ia rela berdamai denganmu, yang menyadari kehadirannya saja, tidak pernah? Apakah kau yakin lobus parentalmu sanggup menahan semua gaya tekan dari imaji liarmu. Kau yakin dapat melakukan semuanya?"

Ya. Seharusnya aku tetap yakin. Seharusnya.

Ah. Tapi...

Jika diriku yang sekarang bukan lagi cerminan diriku di masa lalu, apakah kekuatan imaji itu masih ada? Bukankah dulu, aku sendiri yang mengatakan bahwa idealisme ini kini semakin mudah tergerus realita?

Dan malam ini, kekalutan melanda. Berkelana di dunia maya, mencari setitik informasi. Entah apa yang membuat benda dalam tempurung ini mampu megendalikan kekuatan teknologi, entah apa yang membuatnya dengan mudah menemukan secuil potongan masa lalu. Tanpa sengaja, oh, bukan, dengan sedikit sengaja, tiba-tiba saja aku menemukannya. Menemukan secuil potongan itu.

Dan pertanyaan-pertanyaan itu tiba-tiba saja muncul, bagai anai-anai beterbangan tepat di depan wajahku. Hanya saja, ia tidak benar-benar ada. Ia tak tampak.

Hingga sejauh mana, dulu, dungai itu bermuara?
Jika keduanya bersumber dari mata air yang sama, mengapa ia harus menerima takdir untuk kehilangan sebagian dirinya, dan membelah menjadi dua?
Jika saja kahar tak pernah ada, mungkinkah perahu itu tetap berbelok ke arus aliran karst, dan urung mengambil arus yang penuh aluvial?
Apakah aliran aluvial hanyalah sebuah jalur alternatif untuk menuju laut?

Empat tanda tanya. Tuhan memberi lima kesempatan, maka masih ada satu pertanyaan lagi untuk ditanyakan: Dan apa yang akan kau lakukan, jika ternyata takdir membawa perahumu ke arah arus beraluvial?

Ah, mengapa?

Tiba-tiba diri ini merasa takdir terlalu sering memainkan garis hidup ini.

0 komentar:

Posting Komentar