Selasa, 09 April 2013

Berubah

"Segala yang tumbuh, perlu menyesuaikan keadaan. Keadaanlah yang akan mendewasakan segala yang bertumbuh"
 -Jejak Langkah, dengan penggubahan"

Perubahan merupakan suatu keniscayaan. Semua elemen, molekul raksasa hingga atom setara dzarrah pun, ditakdirkan untuk berubah. Bahkan, kecepatan cahaya, sebuah besaran yang mutlak pun akan mengalami perubahan ketika melalui medium dengan kerapatan berbeda.

Mungkin, hanya es, satu-satunya bagian dunia yang sanggup mengingkari keniscayaan waktu sebagaimana  tertulis dalam lauful mahfudz. Ia secara ajaib, memperlambat pergerakan mikroba pengubah wujud dan masa. Ia, secara ajaib, juga satu-satunya yang dapat menyimpan kelembaman serta kelajuan mutlak. Tapi terjebak dalam es untuk menyentuh keabadian, siapa bersedia?


Pun perasaan, immateri abstrak yang juga tak luput dari perubahan.

Kalau seperti yang orang-orang bilang, tak ada yang lebih jahat dibanding sebuah perasaan, mungkin ada benarnya. Ia bisa menghakimi tanpa mengetahui. Ia seolah memiliki yang bukan miliknya. Ia juga yang mempunyai kekuatan maha dahsyat untuk mewujudkan segala ketakutan menjadi nyata.

Ya, si perasaan ini.

Terkadang, tak kuasa rasanya mempertahankan koordinat suatu perasaan. Dari 2,3,2 misalnya. Sering tanpa sengaja berubah menjadi 7,3,6 atau 7,-8,3. Siapa sangka, yang tadinya biasa saja, jadi mengharapkan yang lebih. Dan siapa sangka, yang tadinya biasa saja menjadi benci setengah mati. Ah, perasaan, mengapa dengan mudahnya kau berubah?

Padahal tiada seorang pun di dunia ini, yang rela melepaskan kebebasan hakikinya dan tunduk menjadi budak orang lain. Kasus perbudakan secara harafiah memang tak lagi kita temui, manusia terlalu berharga untuk diapresiasi dalam bentuk harga. Namun menjadi tunduk karena titah perasaan seseorang? Mungkin.

Si perasaan ini, terkadang memiliki keinginan yang tak lagi melihat situasi dan kondisi. Apalagi kelakuan si perasaan yang bernama cemburu. Ia perasaan paling kurang ajar, yang seenaknya mengendalikan orang lain.

Pernahkah?
Iya, pernah kok. Sering malah.
Wajar sih. Kata orang kan, itu jelmaan cinta.

Tapi tak etis jika mengumbarnya hingga seseorang bisa saja tertusuk. Kendalikan, kendalikan, kendalikan. Dulu, berjuta-juta orang harus berdarah-darah meregang nafas untuk memperjuangkan kebebasan. Tapi kini, berjuta  orang malah mengumbar kebebasan dan mengobral semurah mungkin.

Ah, ya. Dunia memang selalu berubah.

0 komentar:

Posting Komentar