Kemarin, tiba-tiba seorang teman mengirimiku sebuah pesan
singkat.
“bukankah teman itu tidak harus bertemu dan komunikasi? Aku
selalu begitu. Aku jarang berkomuniasi dengan teman-teman smpku, juga jarang
bertemu. Tapi kami tetap teman”
Aku tertegun. Diam. Berpikir
Si teman yang mengirimkan pesan iti, adalah salah satu
teman
dekatku. Aku menyayanginya walaupun terkadang agak tidak setuju dengan
pemikirannya tentang pergaulan. Kami bertemu pertama kali pada saat pembinaan
olimpiade Fisika ketika aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Kami tidak
terlalu akrab waktu itu, hanya beberapa kali bercakap-cakap. Sebabnya? Kami
tidak sekamar dan mungkin dia terlihat lebih akrab dengan anak-anak lain yang
berasal dari kodya.
Entah bagaimana tiba-tiba kami menjadi akrab, jauh setelah
pelaksanaan olimpiade berakhir. Kami mulai akrab di masa-masa kelulusan saat
sedang mencari perguruan tinggi. Penyebabnya? Kami diterima di universitas dan
jurusan yang sama yakni Pendidikan Matematika Internasonal UNY. Dan yang lucu
adalah, jurusan itu sama-sama bukan jurusan impian kami. Aku ingin kuliah di
FTI ITB dan dia sangat ingin kuliah di fakultas kedokteran. Dan akhirnya kami
sama-sama meninggalkan fakultas MIPA tersebut setelah sempat membayar uang
pendaftaran, mengikuti ESQ, dan ospek.
Dia memilih Teknik Sipil di UGM dan aku di STAN.
Karena pacarnya adalah salah satu temanku di STAN, kami
tetap berkomunikasi dengan intens hingga akhir semester 2 lalu. Terkadang aku
juga berkonsultasi dengannya mengenai masalah si Kakak yang merupakan mahasiswa
teknik arsitektur, jurusan tetangga si temanku ini. Namun awal semster 3,
komunikasi kami menjadi semakin jarang. Mereka telah mengakhiri hubungan
mereka, sayangnya bukan dengan akhir yang damai. Dan komunikasi kami semakin
memburuk menginjak semeser 4, banyak hal ingin kulupakan dan aku mulai
menyibukkan diri. *memang sebenarnya banyak tugas dan kerjaan sih -_-*
Kalau dulu aku bisa menghabiskan 20 sampai 30 sms per hari
hanya untuk bercanda bersama dia, sekarang hanya 2-3 tiap kali sms, itupun
tidak setiap hari. Wajar sih, akhir-akhir ini inboxku hanya dipenuhi
pesan-pesan urgent tentang tugas, urusan bengkel, rapat, atau tentang kuliah.
Dan parahnya ketika ada pesan yang kurang urgent, jarang kuperhatikan. *Pernah
sempat pengen njual HP biar nggak dapet sms sms yang bikin depresi*
Aku menjawab:
“teman itu butuh komunikasi. Semakin intens mereka berkomunikasi, semakin dekat
ikatan diantara mereka.
Sayangnya, sekarang, aku merasa bahwa aku jarang bertemu dengan teman-teman
lamaku. Bahkan berkomunikasi pun jarang L
,”
Tak lama kemudian ia membalas pesanku.
“jadi nggak salah kan kalau teman tapi jarang komunikasi dan bertemu?”
aku bimbang.
“Salah. Itu menurutku,”
“tapi salah atau benar kan hanya masalah persepsi. Seseorang mengatakan itu
salah karena ia tidak menyukainya, dan benar karena ia menyukainya,”
Pesannya tidak kujawab. Lama. Aku malah sibuk berkutat dengan modul Pengelolaan
Kas Negara
Hingga akhirnya, ketika langit malam semakin pekat dan tak terdengar lagi suara
aktivitas teman-teman sekosku, aku teringat akan pesannya yangbelum kubalas.
“Ya. Itu tadi hanya menurut pendapatku.”
Singkat. Bukan gaya smsku sebenarnya. Biasanya aku
menghabiskan 2 layar, atau paling tidak, satu layar penuh. Namun akhir-akhir
ini aku memang jarang bersms untuk sekedar mencari hiburan dengan berkomunikasi
dengan teman-teman lama. Selalu saja tentang urusan yang kuanggap lebih urgent.
Ah, komunikasi.
Bahkan sebuah hubungan yang erat pun dapat rusak karena komunikasi yang buruk. Perencanaan fantastis akan sebuah acara tidak akan terlaksana jika minim komunikasi antar bidang. Dosen yang sebenarnya ramah bisa marah karena kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengan mahasiswa. Perasaan sayang dapat dimaknai berbeda tanpa komunikasi. Juga cinta, rasa cinta pun bisa pupus terkorosi komunikasi yang minim.
0 komentar:
Posting Komentar