X Adventure.
Di dunia in
ibanyak hal yang bertentangan.
Antara hitam
dan putih, antara opini dan fakta.
Demi
kebenaran dan verifiksasi,
Demi editor
dan redpel,
Ranger
kuning, ranger puith, ranger biru BERSATU!
Awalnya
ragu, juga kesal saat menerima pesan-pesan tentang x-adventure. Bukan hanya
waktunya yang tabrakan dengan salah satu puncak kegiatan dari kepanitiaan yang
kuiikuti, tapi sms-sms itu tiba-tiba saja mencemari momen-momen santaiku saat
sedang makrab kelas. Belum lagi ternyata di hari sabtu ada kuliah pengganti.
Tapi insting
akan petualangan dan tantangan mengalahkan segalanya. Aku memilih x adventure,
resign dari kepanitiaan, dan membolos kuliah. Pilih kuliah? Itu...
biasa. Sebegitukah
besarnya kecintaanku pada keluarga kecil ini? Mungkin waktu itu belum sebesar
ibu gajah yang lagi hamil
Dan ternyata
aku tidak menyesal. X adventure ini, layaknya sebuah mimpi, indah. Membuatku
tak ingin terbangun. Absurd memang, tapi penuh kenangan menyenangkan dan meninggalkan
kesan mendalam. Aku bahagia tertawa bersama kalian. Aku bahagia dapat melewati
momen-monen satai bersama kalian. Momen-momen yang di kehidupan nyata, mungkin
akan sangat jarang kita temui. Momen-monen yang seharusnya lebih banyak kita
ciptakan, namun sering kali tergerus kesibukan dan kewajiban menghasilkan fakta
yang mencerdaskan.
Hanya dua
hari satu malam, singkat memang, tapi aku bahagia karena dapat mengenal kalian
lebih dalam. Walau mungkin yang
kuketahui baru sebatas permukaan yang dangkal,seperti kentut di kolam,
mengancam dengan batu, disindir pilot, atau terazia satpol PP. Dan kuharap,
dengan momen-momen kebersamaan kita kelak, aku bisa mengenal kalian lebih dalam
lagi. Bahkan mungkin hingga aku diizinkan untuk membuka tabir ruangan paling
dalam di hati kalian.
Dan ketika
dua hari ini telah berakhir, aku memutuskan untuk lebih mencintai keluarga ini.
“Sense of Belonging” kata akhi Tendi. Dan semoga rasa cinta ini bisa lebih besar
dibanding ibu gajah yang lagi hamil.
Dua hari.
Dimulai dari
berpura-pura salah angkot, menampilkan yel-yel banana ranger, dan pertandingan
antara kelompok satu dan dua. Bahkan sampai saat ini aku masih tersenyum-senyum
sendiri mengingat komunigaya “sapi kecemplung” atau kekesalan tendi mengenai
keunfairan saat games membangun menara sedotan dan memindahkan gelas berisi
air. Aku juga bahkan masih tidak bisa menahan tawa ketika mengngat
gambar-gambar testimoni kita untuk #13 hasil karya akhi Tendi dan Hadi.
Ular kobra
super besar pencinta uang, yang sedang
meliuk dan menari karena dijinakkan oleh seorang pemain seruling berinisial
RSP. Didin yang ceria dengan dua handphonenya, senyum tertahan Mister PU,
Pemred yang misterius di balik laptopnya dengan kata-kata andalan “Hati-hati
Antum”, gambar seorang wartawan handal yang celananya sobek, dan lainnya. Jujur,
aku memang ikut ‘memperparah’ gambar buatan Tendi. Testimoni dari #14 untuk #14
pun tak kalah uniknya, terutama gambar si pendekar motor ceger *lagi-lagi
diperparah oleh Tendi*
Ingin,
kuambil semua kertas-kertas testimoni itu dan kusimpan untuk diriku sendiri.
Ah, tapi itu dzolim namanya.
Semoga
kelak, kita bisa seperti banana ranger. karakter kita memang tidak sama, kegemaran
dan passion kita juga berbeda, tapi tetap bersatu demi keluarga kita. Seperti
kata Tendi, “keluarga kita tidak besar, memang, namun nama kita terlanjur
besar. “
Mungkin
kalau diibaratkan dengan warna akan menjadi seperti ini
Tendi =
kuning, seperti matahari di gambar-gambar kartun
Hadi = biru
tua, seperti biru laut yang dalam
Echa = ungu
, yang kadang menarik karena kecerahannya, tapi kadang juga menyyiratkan
kegalauan
Nadia =
oranye, ceria dan eye catching
Salsa = hijau,
tenang dan teduh
Tyas =
coklat, tangguh seperti pohon
Kiki = biru
muda, seperti langit yang disukai oleh para pujangga
Sarah =
peach, lembut namun tidak centil
Mila = pink,
warna yang menggambarkan gadis-gadis
Icha = puith,
karena hapnya warna putih
Luthfi = hitam,
karena jersey futsal biasanya adawarna hitamnya
Grandis = abu-abu, masih samar
Novia =
merah, seperti merah api, meghangatkan
Aku= ..... ?
Warna-warna
itulah yang membuat #14 berwarna. Tendi yang kocak, Hadi yang cerdas, Echa yang
selalu konsisten tapi sering galau, Nadia yang ceria, Salsa yang pendiam, Tyas
yang tangguh, Kiki yang bagai Pujangga, Sarah yang seperti hafal isi KBBI, Mila
yang feminim, Icha yang sibuk, Luthfi yang hobi Futsal, Grandis yang lugu,
Novia yang keibuan, dan aku yang absurd.
Dan semoga
kita bisa seperti pohon pisang, dimana ia hidup untuk memberi manfaat bagi
orang lain. Kalaupun ia dipaksa mati sebelum berbuah, ia akan berjuang lagi
untuk hidup, dan memberikan buah sebelum akhirnya mati lagi. Dan sebelum ia
pergi, ia selalu meninggalkan tunas-tunas baru untuk melanjutkan perjuangannya.
Kita selama ini diramalkan sebagai the last. Semacam mustahil untuk
meninggalkan tunas-tunas sebelum kita pergi. Tapi, toh, kita jalani saja dulu.
Pasti nantinya ada jalan untuk menumbuhkan tunas-tunas itu.
Love you
bengs.
Mungkin rasa
ini tak selamanya pasang, suatu saat mungkin surut. Semoga kelak jika surut,
catatan ini dapat membuatku mengingat momen-momen kebersamaan kita untuk
menghadirkan pasang.
Ah, jadi
lebay kayak tendi
Pohon
pisang, tumbuh.. besar.. besarrr... *sambil joget*
0 komentar:
Posting Komentar