Senin, 24 Maret 2014

Mengapa Saya?


Membuka percakapan di layar kaca, entah via Facebook, Whats App, atau pesan singkat, terkadang tiba-tiba hati saya melengos.

"Kamu tolong ini ya...."
"Oh iya, ini juga belum. Kamu bisa kan?"
"Si ini nggak bisa soalnya lagi gitu..."

Saya terbiasa mengabdi sepenuh hati. Memberikan segala yang saya punya pada sesuatu yang kepadanya, saya tambatkan kepercayaan dan hati saya. Saya rela melakukan ini dan itu, segalanya.

Sayangnya, tak semua orang memiliki pemikiran seperti itu. Bahkan terkadang cenderung ber-aku-aku.
"Tapi aku tidak mau,"
"Aku bisa tapi..."
"Aku enggan soalnya begini,"
"Aku sedang ini jadi ini,"

Hingga terkadang saya kerap berpikir, Mengapa saya? Mengapa saya yang harus melakukannya? Di mana yang lain?

Mungkin ketika level kadar hormon sedang stabil, saya akan kalem, mengerjakan semua hal berat itu dengan tawa atau canda, sembari sesekali "berpolah". Namun terkadang, ada luapan emosi yang ada tak dapat terbendung. Belum lagi ditambah kelelahan usai perjalanan panjang, beban kewajiban diri sendiri, dan ditambah beban dari orang yang menolak, atau berhalangan hadir.

Saya rasa, tidak ada salahnya mengutarakan segala kesebalan yang ada di pikiran. Daripada terus menumpuk, membusuk, dan memicu penyakit. Mengomel, mencak-mencak, menggerutu, bukan selamanya hal negatif.

Orang butuh mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh, melalui keringat, urin, dan feses. Begitu pula kotoran dalam hati, entah apa cara yang dipilih. Mungkin dengan doa, ibadah, bersih-bersih, mengomel, atau menulis.

Yang jelas, setiap orang punya cara masing-masing.

NB: Sedang berada di titik nadir. Teringat beberapa tahun lalu ketika saya disalahkan karena tidak hadir pada hari pertama dalam acara yang berlangsung selama dua hari. Saya berusaha datang di hari kedua, meski orangtua meminta saya tinggal. Dan setibanya di sana, setelah acara usai, saya justru seolah disidang. Padahal, saya bukan satu-satunya orang yang tidak hadir, ada beberapa yang lain. Ingatan itu, saya cuma ingin membuangnya, daripada menjadi kotoran di dalam hati.

Selamat tinggal.

0 komentar:

Posting Komentar