Kamis, 27 Maret 2014

Tamu Tak Diundang


"Harga motor cowok berapaan ya?" tanyaku pada penghuni kamar kost malam tadi.

"Kayaknya sih belasan juta, iya bukan?"

"Eh, tapi ada juga yang empat puluh sembilan juta," jawab oknum W.

Seketika hati ini runtuh menjadi serpihan. Duh, mana mungkin saya punya uang sebanyak itu. Apakah harus jual motor, laptop? Saya baru ingat, itu bukan milik saya sepenuhnya. Apakah saya harus menjual semua perhiasan yang saya punya? Hanya itu harta yang saya punya, juga harga diri. *berasa emak-emak*

Saya tidak menyangka bahwa gerbang yang tadi sore terbuka tidak seperti biasa, merupakan pertanda akan tindak kriminal. Saya pikir, ada seseorang yang sedang menerima tamu lantas membiarkan gerbang terbuka secara tidak wajar. Saya tidak pernah menyangka bahwa tamu itu ternyata maling.

Malam tadi, seusai makan bersama dengan adik, tiba-tiba sebuah nomor asing memanggil. Nomor telepon rumah. Meski curiga, saya mengangkatnya. Siapa tahu itu dari seseorang di YKAKI yang tadi siang sempat saya wawancarai, karena ingin menanyakan sesuatu.

Ternyata itu dari sekretaris kantor saya.

"Halo Tiya, Ini xxx. Kamu tadi waktu pulang, gerbang kamu tutup lagi nggak?" tanyanya.

Sontak, jantung saya (seperti) berhenti sesaat. Saya tahu ada hal buruk terjadi. Kemungkinannya hanya satu, kemalingan. Barang yang dimaling juga satu kemungkinannya, motor. Membayangkan yang sore tadi saya lakukan dan saya putuskan, rasa sesal muncul. Duh, kenapa ya, gerbangnya tidak ditutup saja. Seharusnya, meski aneh, saya tetap melakukan prosedur normal.

"Enggak mbak. Tadi kubiarkan saja." jawabku, lemas. Tapi tentu saja aku menambahkan detil cerita. "Soalnya sebelumnya gerbangnya terbuka di tengah. Kupikir ada yang sengaja membuka, atau ada yang sedang menerima tamu,"

Dan ba bi bu, percakapan berlangsung selama beberapa menit. Saya menjelaskan ini itu. Dari percakapan itu, saya tahu bahwa salah seorang wartawan di kantor telah kehilangan motornya. Motor cowok, bukan motor bebek.

Pikiran saya pun melanglang ke mana-mana. Menyusuri jejak waktu menuju masa lalu dan melayang membayangkan apa yang akan terjadi. Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kronologinya?

Pertama. Kapan terjadinya kasus itu. Apakah sebelum saya pulang, atau sesudah saya pulang? Pasalnya kalau kejadiaan nahas itu terjadi setelah saya pulang, saya adalah orang yang harus disalahkan dan menanggung semuanya karena alpa menutup pintu gerbang.

Saya pun mereka-reka posisi motor di kantor. Saya ingat benar posisi motor ketika saya pulang, ada satu motor cowok persis di depan motor saya. Jika motor itu hilang, saya patut disalahkan.

Tapi saya juga ingat, ketika usai liputan sekitar pukul 2 siang, di lokasi itu sebelumnya ada tiga motor. Motor saya, dan dua motor nonbebek lain. Anehnya, ada satu motor yang sudah menghilang ketika saya pulang, entah dibawa pulang si empunya atau dicomot maling. Saya tidak tahu.

Motor mana yang diambil? Malam itu saya puyeng dan lemas memikirkannya. Terlepas dari rasa sedih saya karena ada rekan kerja yang telah kehilangan motor.

"Kamu aja puyeng, gimana coba yang kehilangan motor, pasti dia lebih puyeng," komentar salah satu penghuni kamar malam tadi.

Dan pagi tadi, saya langsung menanyakan semuanya pada orang-orang di kantor, sejelas mungkin. Beruntung mas-mas OB berinisial A ada di lokasi parkir motor. Saya pun menanyakan detil kejadian.

Ternyata motor yang hilang bukan motor di depan motor saya, yang notabenya motor mas A. Asumsi waktu kejadian pun semakin sempit, yakni antara kepulangan saya dan orang sebelum saya, yakni Kepala Kantor. Padahal, selang itu hanya beberapa menit saja, antara pukul 18.05 hingga sebelum pukul 18.30.

Dua motor rusak kontaknya, dicongkel. Praduga kami, maling itu mencoba mencongkel dua motor itu sebelum akhirnya beralih ke motor wartawan A yang lebih baru dan gres.

Kita memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Tak ada salahnya jika melakukan tindakan pencegahan, meski akan terkesan lebay. Menurut saya, tak apa lebay, asalkan orang-orang yang berhati kelam itu tidak bisa melampiaskan kekelaman hatinya.

Untungnya lagi, motor si A sudah diasuransikan.

Kira-kira, apa yang terjadi kalau saat itu saya menutup pintu gerbang?
Waktu kejadian akan semakin sulit ditebak, saya rasa.



0 komentar:

Posting Komentar