Rabu, 23 Mei 2012

Edison dan Arai


Aku bukan Thomas Alfa Edison, yang pantang menyerah walau kegagalan menderanya hingga 999 kali. Yang terus mencoba walau sukses enggan menyapanya, hingga pada hitungan ke seribu. Aku bukan Edison,  walau sebenarnya aku ingin seperti dia. Aku memang tak akan menyerah hanya dengan satu, dua, atau tiga kegagalan. Namun jika puluhan kali kegagalan menderaku, toh aku juga...
akan menyerah.

Bukan juga Arai yang pantang menyerah, membuang rasa malu tuk mendapat Zakiyah Nurmala. Walau bertahun-tahun dilewatinya dengan pusing bukan kepalang, memikirkan Zakiyah seorang, ia tak pernah ragu sedikit pun. Maju adalah satu-satunya kata yang ada di kamusnya.Yang demi ayah angkatnya, mampu melompati peringkat deret puluhan hingga menjadi nomor dua.

Namun sepertinya aku juga bukan Arai.Yang walaupun bertahun-tahun tak pernah menyerah tuk mendapatkan secercah perhatian dari Zakiyah.

Bukan juga Lintang yang rela bersepeda puluhan kilometer hanya untuk mngenyam bangku sekolah. Walau akhirnya ia tetap menjadi seorang buruh pelabuhan.

Bukan pula Newton, yang hanya dengan melihat apel terjatuh lantas menemukan teori gravitasi.Yang membuka mata ilmuwan di seluruh dunia kala itu, dan sipelajari hingga kini walau kebenarannya telah dilemahkan oleh fisika kuantum.

Bukan pula Archimedes dengan Eureka dan hidrolitasnya yang tak sengaja ia temukan tatkala mandi.

Aku hanyalah aku. Aku yang terkadang masih terombang ambing lingkungan.Yang bahkan kadang tak menyadari cahaya terang yang berada dalam diriku.

Aku adalah aku. Jangan kau samakan aku dengan Edison dan Arai yang tak kenal putus asa. Walau ingin memungkirinya, tapi kurasa saat ini aku telah putus asa. Padamu.

0 komentar:

Posting Komentar