Jumat, 11 Mei 2012

Komunikasi


Kemarin, tiba-tiba seorang teman mengirimiku sebuah pesan singkat.

“bukankah teman itu tidak harus bertemu dan komunikasi? Aku selalu begitu. Aku jarang berkomuniasi dengan teman-teman smpku, juga jarang bertemu. Tapi kami tetap teman”

Aku tertegun. Diam. Berpikir

Si teman yang mengirimkan pesan iti, adalah salah satu
teman dekatku. Aku menyayanginya walaupun terkadang agak tidak setuju dengan pemikirannya tentang pergaulan. Kami bertemu pertama kali pada saat pembinaan olimpiade Fisika ketika aku masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Kami tidak terlalu akrab waktu itu, hanya beberapa kali bercakap-cakap. Sebabnya? Kami tidak sekamar dan mungkin dia terlihat lebih akrab dengan anak-anak lain yang berasal dari kodya.

Entah bagaimana tiba-tiba kami menjadi akrab, jauh setelah pelaksanaan olimpiade berakhir. Kami mulai akrab di masa-masa kelulusan saat sedang mencari perguruan tinggi. Penyebabnya? Kami diterima di universitas dan jurusan yang sama yakni Pendidikan Matematika Internasonal UNY. Dan yang lucu adalah, jurusan itu sama-sama bukan jurusan impian kami. Aku ingin kuliah di FTI ITB dan dia sangat ingin kuliah di fakultas kedokteran. Dan akhirnya kami sama-sama meninggalkan fakultas MIPA tersebut setelah sempat membayar uang pendaftaran, mengikuti ESQ,  dan ospek. Dia memilih Teknik Sipil di UGM dan aku di STAN.

Karena pacarnya adalah salah satu temanku di STAN, kami tetap berkomunikasi dengan intens hingga akhir semester 2 lalu. Terkadang aku juga berkonsultasi dengannya mengenai masalah si Kakak yang merupakan mahasiswa teknik arsitektur, jurusan tetangga si temanku ini. Namun awal semster 3, komunikasi kami menjadi semakin jarang. Mereka telah mengakhiri hubungan mereka, sayangnya bukan dengan akhir yang damai. Dan komunikasi kami semakin memburuk menginjak semeser 4, banyak hal ingin kulupakan dan aku mulai menyibukkan diri. *memang sebenarnya banyak tugas dan kerjaan sih -_-*

Kalau dulu aku bisa menghabiskan 20 sampai 30 sms per hari hanya untuk bercanda bersama dia, sekarang hanya 2-3 tiap kali sms, itupun tidak setiap hari. Wajar sih, akhir-akhir ini inboxku hanya dipenuhi pesan-pesan urgent tentang tugas, urusan bengkel, rapat, atau tentang kuliah. Dan parahnya ketika ada pesan yang kurang urgent, jarang kuperhatikan. *Pernah sempat pengen njual HP biar nggak dapet sms sms yang bikin depresi*

Aku menjawab:

“teman itu butuh komunikasi. Semakin intens mereka berkomunikasi, semakin dekat ikatan diantara mereka.
Sayangnya, sekarang, aku merasa bahwa aku jarang bertemu dengan teman-teman lamaku. Bahkan berkomunikasi pun jarang L ,”

Tak lama kemudian ia membalas pesanku.


“jadi nggak salah kan kalau teman tapi jarang komunikasi dan bertemu?”

aku bimbang.

“Salah. Itu menurutku,”


“tapi salah atau benar kan hanya masalah persepsi. Seseorang mengatakan itu salah karena ia tidak menyukainya, dan benar karena ia menyukainya,

Pesannya tidak kujawab. Lama. Aku malah sibuk berkutat dengan modul Pengelolaan Kas Negara
Hingga akhirnya, ketika langit malam semakin pekat dan tak terdengar lagi suara aktivitas teman-teman sekosku, aku teringat akan pesannya yangbelum kubalas.


“Ya. Itu tadi hanya menurut pendapatku.”


Singkat. Bukan gaya smsku sebenarnya. Biasanya aku menghabiskan 2 layar, atau paling tidak, satu layar penuh. Namun akhir-akhir ini aku memang jarang bersms untuk sekedar mencari hiburan dengan berkomunikasi dengan teman-teman lama. Selalu saja tentang urusan yang kuanggap lebih urgent.

Ah, komunikasi.


Bahkan sebuah hubungan yang erat pun dapat rusak karena komunikasi yang buruk. Perencanaan fantastis akan sebuah acara tidak akan terlaksana jika minim komunikasi antar bidang. Dosen yang sebenarnya ramah bisa marah karena kesalahpahaman dalam berkomunikasi dengan mahasiswa. Perasaan sayang dapat dimaknai berbeda tanpa komunikasi.  Juga cinta, rasa cinta pun bisa pupus terkorosi komunikasi yang minim.

0 komentar:

Posting Komentar